Minggu, 27 Oktober 2013


Sesal
 Kedua matanya berkaca-kaca. Jilbab putih pemberian ibunya ia pegangi dengan tangan kanannya. Jilbab itu tampak kumal, terkotori tanah dan basah oleh air mata. Air mata yang keluar dari sepasang bola matanya yang memancarkan kesedihan dari jiwa yang tengah diamuk duka karena kehilangan ibu yang terkasih namun juga ibu yang sangat dibenci. Tangisan yang tertumpah karena kesedihan, duka cita, dan lara hati, sedangkan kemarahan dan penyesalan mengiringinya yang bercampur aduk menjadi satu. Ia tak berdaya untuk menahan semua itu maka itulah air mata dan tangisan Anita. Gundukan tanah di depannya masih basah, seakan-akan baru dimandikan dengan air matanya. Tak ada siapa pun disini, kecuali anita dan sahabatnya nurul.
Anita adalah seorang gadis kecil  yang berumur duabelas tahun, di umurnya yang masih belia seharusnya ia masih bisa merasakan keindahan dunia anak-anak namun ia dipaksa harus merasakan pahitnya hidup yang ia jalani. Ia terlahir sebagai anak yang tidak diketahui siapa ayahnya karena profesi ibunya seorang pelacur. Hal tersebut membuat anita sangat terpukul ia dijauhi selalu dihina dicaci karena profesi ibunya sehingga anita sangat tertekan dan membuatnya sangat membenci ibunya. Seringkali ia berfikir bagaimana bisa ia lahir dari rahim seorang pelacur, tak ada satupun orang yang ia benci melebihi ibunya sendiri.
Kisah keburukan sang ibu harus anita tanggung sendiri. Anak yang hendak menapaki usia remaja itu harus menanggung buruknya masa lalu ibunya. Dan kini, ia ditinggal mati oleh ibunya tiba-tiba rasa penyesalan itu muncul saat ibuya telah tiada ia teringat selama lima tahun terakhir tak sekalipun ia memanggil ibunya dengan sebutan “Ibu” tak pernah ia memandang wajah ibunya, dan tak pernah sekalipun ia melontarkan senyuman kepada ibunya. Kata-kata kepedihan, duka cita, kemarahan, kekecewaan, dan penyesalan melimpah-ruah di kedalaman hatinya, tetapi tak sanggup ia lontarkan melalui bibirnya yang pucat bergetar. Saat ini, baginya tuhan amatlah jahat, tuhan sangat tega karena telah membuatnya merasa menyesal  telah kehilangan ibunya, ia juga harus menanggung beban keburukan dari almarhumah ibunya.
Waktu begitu cepat berlalu. Rasanya, baru kemarin anita masih mendengar sang ibu berkata lirih di hadapannya, “anita, tolong ambilkan ibu minum nak. Rasanya ibu haus sekali”
Anita tak menghiraukan ibunya, bahkan ia tak menatap ibunya sedikitpun sambil berkata “kau punya kaki dan tangan, kau juga sanggup melayani laki-laki yang datang kerumah ini, tapi untuk mengambil segelas minum kau tak mampu? Apa seluruh tubuhmu hanya untuk laki-laki?”
“ya Allah nak, mengapa kau tega mengatakan hal itu kepada ibu? Kau tau kata-kata mu itu sangat menyakitkan untuk ibu?”
“sakit? Kau bilang sakit? Aku yang lebih sakit karena aku yang harus menanggung malu karena kelakuanmu itu! aku dihina aku dijauhi bahkan tak satu orangpun mau berteman denganku karena aku anak seorang pelacur!”
“maafkan ibu nak, jika kau dipelakukan tidak adil. Bukan maksud ibu untuk ..”
“ sudahla aku malas berbicara denganmu!” anita beranjak pergi meninggalkan ibunya yang menangis tersedu-sedu.
Masih tergambar dibenaknya betapa kejam ia mengatakan hal sekasar itu kepada ibunya. Kini ia hanya bisa menyesali perbuatan yang ia lakukan kepada ibunya. Ia sangat marah seharusnya ia merasa bahagia atas kepergian ibunya namun hal tersebut tidak terjadi kini hanya ada penyesalan, kekecewaan, dan keputusasaan.
Angin senja berhembus lirih dari balik pepohonan dan menebarkan aroma kenanga, kamboja di atas nisan-nisan kuburan. Anita mengusap air matanya lagi. Aroma kenanga dan kamboja terhirup masuk dari hidungnya. Ia masih pandangi gundukan tanah itu seakan-akan masih tak percaya bahwa sang ibu baru saja meninggalkannya untuk selama-lamanya. Batinnya bertanya-tanya

Mengapa harus terjadi?
Mengapa ibu harus meninggalkanku?
Mengapa baru sekarang aku menyesal?
Mengapa harus ibu yang menjadi seorang pelacur?
Bibirnya yang mungil tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan hatinya. Tiba-tiba terngiang-ngiang jelas dibenaknya bagaimana orang-orang sering munggunjing ibunya: sarmina itu tak pantas hidup di desa ini, sarmina itu perempuan kotor, ia memberi anaknya uang haram, anaknya tidak jelas siapa ayahnya dan sebagainya. Semua itu dikatakan oleh orang-orang tentang ibunya. Hatinya sakit, hatinya tak terima. Perih. Sangat perih. Tetapi, ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak bisa melakukan apapun untuk membela ibunya.
Angin semakin kencang berhembus.
Sekian lama, Anita masih duduk di samping kuburan ibunya. Sahabatnya Nurul mendekatinya. Ia menepuk-nepuk punggung Anita. Ia berusaha terus menenangkan hati Anita.
“Sabarlah, Nit,” ucap nurul. “Aku tak akan membiarkanmu hidup sendiri, aku sekarang bukan sekedar sahabatmu melainkan saudaramu sendiri!”
Anita memeluk Nurul. Ia tak bisa berucap sepatah kata pun. Ia tak pula mengangguk. Tak pula menggeleng.
“Sabarlah, Anita,” Nurul mengulangi ucapannya kembali. “Mari kita pulang hari sudah mulai gelap, jika mau kau boleh tidur dirumahku malam ini?”
“Tidak, terimakasih aku akan tidur dirumah ku sendiri!”
“Tapi kau sendirian nit, aku pasti mengkhawatirkanmu?”
“Tidak, nurul. Aku tidak ingin meninggalkan rumah ibuku sendirian!”
“Baiklah, jika itu keputusanmu aku yang akan tidur dirumahmu. Aku akan menemanimu”.
“Tapi rul?”
“Tidak Anita, kini kau saudaraku aku tidak akan membiarkanmu sendirian, aku akan menemanimu!”
“Apa kau tidak malu jika bersamaku?”
“Tidak Anita, aku tidak malu aku ikhlas. Kau sahabatku. Kau saudaraku!”
Anita merangkul kuat-kuat tubuh Nurul, keduanya pun menangis tersedu-sedu.
Anita pergi meninggalkan tempat peristirahatan ibunya, dengan rasa penyesalan, dan kekecewaan ia bertekat ia akan bertaubat atas apa yang telah ia lakukan pada ibunya, ia akan berubah. Di dalam hati Anita berkata,
Iya, jangan dengarkan. Jangan dengarkan setiap hujatan dan hinaan  dari siapapun. Sebaliknya, buktikan Anita bahwa engkau anak yang baik. Engkau anak yang pintar. Engkau bisa. Tak ada yang dapat menhalangimu untuk menjadi anak yang baik, yang taat, yang shalihah seperti harapan ibumu. Jadilah wanita yang hebat. Agar hidup dapat ditaklukkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar